Pakanira III


Kekasih. Entah berapa halaman yang telah kita isi dengan tinta - tinta penanda,
mengawali derap langkah di tengah jantung kota takdir.

Kekasih. Kerapkali sorot mata mengulik intai - intai,
telaah pada jejak - jejak suara sumbang di pekarangan curiga.

Kekasih. Gebyar taman yang diisi oleh sekelompok besar-kecil,
tidak akan mengalihkan pandang. Sebab, diri sedang menjaram kangen yang terawat lama.

Kekasih. Sua tatap-meratap itu mampu hapuskan samak,
hingga secarik senyum lega terlukis ikhlas kala menjamah mata.

Kekasih. Antap, dalam cakap masih saja menemani obrolan,
padahal saat itu ingin hentikan denting waktu,
agar lama - lama ikut dalam kenikmatan tiap kesempatan.

Kekasih. Hari pun telah Ayun-temayun, menyudahi bincang - bincang hangat tentang hal - hal yang tak dapat dijelaskan melalui jarak yang aksa.

Kekasih. Sudahilah gelabah yang kerap hinggap di akal,
semua akan baik - baik, selagi pikir baik menjadi bibit.

Kekasih. Mata bening, suara khas, aroma melekat, pandang kanan-kiri yang lebih sering menatap, petuah hangat, wajah teduh, dan segala macam ekspresi itu,
bolehkah saling berbagi, agar menjadi satu-menyatu tuk melanjutkan tahap dari Ta'aluq lalu menuju Targhib.

Kekasih. Biarlah geger seisi semesta,
guncangkan dengan ramuan fonem yang masih sulit ter-eja.

Lintas Timur, 12 Agustus 2018

Comments

Popular Posts