Untuk Indonesiaku



Mentari telah beranjak dari persembunyian. Tetesan embun pagi masih melekat pada dahan – dahan. Para petani telah siapkan perkakasan. Untuk bergegas pergi ke ladang  kehidupan. Tidak lupa sisi kanan tangannya menggenggam rapi bendera kebanggaan. Agar di pasang pada tombak di tengah ladang. Sepanjang jalan ia selalu berkata “ Hari Kemerdekaan! “. Rerumputan hanya tersipu malu melihat tingkah petani itu. Saut – menyaut cuitan burung pipit seolah bergelak terhadap suara petani.
Kini telah sampai ia di ladang kehidupan. Dipasangkannya bendera yang pertama kali dijahit oleh Ibu Fatimah. Hormat pun ia suguhkan seraya berharap seperti, keinginan terakhir yang ingin ia gapai. Ia kembali bersuara “ Kita semua harus merdeka meski hidupku taruhannya! “.

II

Mentari telah beranjak dari persembunyian. Di gorong – gorong ini hanya penuh kebisingan orang yang lalu – lalang. Ada gadis kecil dengan wajah melas khasnya. Tubuhnya kurus tak terurus; memang siapa yang mau mengurus. Terseok – seok kaki pincang yang jadi tumpuannya. Tapi masih ada senyum semanis madu di wajah lugunya. Ketika ia temui sekumpulan anak – anak di ujung sepertiga jalan raya. Seolah ingin ikut, walau ia tahu itu bukan kastanya.
Sesampainya di sana ia hanya mampu bernyanyi ala kadarnya. Ia ikuti alunan melodi berirama yang merangkai kata – kata. “ Indonesia Raya, Merdeka – Merdeka, Tanahku, Negeriku, yang KuCinta “. Dengan riangnya ia pun berkata “ Aku Anak Indonesia meski aku dianggap antara ada atau tiada “.

III

Mentari telah beranjak dari persembunyian. Awan menunjukkan wajah kesuciannya. Bumi pertiwi kini telah sampai di ujung abad kemerdekaan,” benarkah kita merdeka ? atau kata merdeka hanya untuk kaum penguasa saja ? Yang bebas mengotak – atik biduk kehidupan nelangsa di penjuru negeri ini ? “
Hari ini banyak kutemui wajah riang yang tak beralasan. Perdebatan masih tabuh diperbincangkan. Seharusnya Bhinneka Tunggal Ika pemersatu kita. Pancasila pedoman berkehidupan dengan bumbu norma – norma yang mengatur gerak langkah kita. Namun, kini kita benar merdeka dengan fisik tapi tidak dengan batin. Hujatan masih merajalela teruntuk mereka yang jadi budak negara.
Merdeka atau mati sekalian saja. Haruskah kita ulang pertumpahan darah di tanah yang dirahmati oleh Sang Kuasa ini. Agar semua tau rasa membela harga diri negara dari penjajah yang membabi buta.
Aku bangga jadi anak indonesia. Aku bangga jadi bagian pelurus bangsa. Aku bangga lahir di tanah teramah di Dunia. Aku bangga punya pahlawan dengan beribu jasa. Aku bangga jadi Indonesia, meski nyawaku terancam saat membelanya serta namaku yang tak masuk dalam daftar yang berjasa untuk Indonesia.

Jambi, 11 Agustus 2017

Comments

Popular Posts